Absensi dan Materi Kelas XI BAB 10 Pembaruan Islam PART II
SMKS MUDA KREATIF BARABAI
Video Rangkuman
PEMBARU DARI MESIR
1. Muhammad Ali Pasya (1765-1849 M)
Muhammad Ali Pasya lahir di Kawala, Yunani, tahun 1765 dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. Ia adalah seorang keturunan Turki.
Sebagai seorang raja, Muhammad Ali memprioritaskan bidang militer. Ia berpandangan bahwa kekuasaannya hanya dapat dipertahankan dan diperbesar dengan kekuatan militer.
Untuk menopang kekuatan militer, maka ia membangun kekuatan ekonomi. Ia berpendapat bahwa di balik kekuatan militer pasti ada kekuatan ekonomi sebagai penyedia biayanya.
Untuk membangun kekuatan militer dan kekuatan ekonomi, ilmu-ilmu modern diperlukan sebagaimana telah dikenal orang di ropa.
Selain pemikiran tersebut, ide dan gagasan Muhammad Ali Pasya yang dinilai inovatif pada zamannya adalah mendirikan sekolah-sekolah modern.
Muhammad Ali Pasya memasukkan ilmu-ilmu modern dan sains ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah yang ia dirikan.
Sekolah- sekolah inilah yang kemudian dikenal sebagai sekolah modern di Mesir pada khususnya dan dunia Islam pada umumnya.
Ketika Muhammad Ali Pasya memperkenalkan pendidikan sistem modern, masyarakat Mesir saat itu masih menggunakan sistem pendidikan tradisional yaitu kuttab, masjid, madrasah, dan Jami’ Al-Azhar (Universitas Al-Azhar).
Ilmu-ilmu yang dikembangkan di lembaga-lembaga tradisional ini hanya “ilmu keagamaan saja”, seperti tafsir, hadis, fiqh, dan ilmu tauhid.
Muhammad Ali Pasya melihat bahwa lembaga-lembaga pendidikan tradisional yang sudah ada tentu sulit menerima kurikulum modern ke dalam lembaganya.
Oleh karena itu, ia tidak mengubah lembaga pendidikan tradisional yang sudah ada, tetapi menempuh jalan alternatif mendirikan sekolah modern sendiri.
Ide dan tindakan yang ditempuh Muhammad Ali Pasya ini menunjukkan adanya kemajuan di zamannya. Ia berani berbeda dengan merealisasikan pikiran strategisnya untuk kemajuan umat Islam.
2. Rifa'ah Baidawi Rafi' Al-Tahtawi (1801-1873)
Tokoh ini sering dikenal dengan sebutan Al- Tahtawi. Ia lahir pada tahun 1801 di Tahta, suatu kota yang terletak di Mesir bagian selatan dan meninggal di Kairo pada tahun 1873.
Al-Tahtawi mulai belajar di Universitas Al-Azhar Kairo ketika usianya 16 tahun. Ia menyelesaikan studi di Al-Azhar pada tahun 1822 dalam waktu lima tahun.
Beberapa pemikiran tentang pembaruan Islam yang diusungnya adalah sebagai berikut:
- Ajaran Islam bukan hanya mementingkan kesejahteraan hidup di akhirat belaka, tetapi juga hidup di dunia.
- Kekuasaan raja yang cenderung absolut harus dibatasi dengan syariat. Oleh karena itu, raja harus bermusyawarah dengan ulama dan kaum intelektual.
- Syariat harus diartikan sesuai dengan perkembangan modern.
- Para ulama harus mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan modern agar syariat dapat tegak di tengah kehidupan masyarakat modern.
- Pendidikan harus bersifat universal, misalnya wanita harus memperoleh pendidikan yang sama dengan kaum pria. Istri harus menjadi teman dalam kehidupan intelektual dan sosial.
- Umat Islam harus dinamis dan meninggalkan sifat statisnya. .
3. Jamaludin Al-Afghani (1839-1897 M)
Jamaludin lahir di Afghanistan pada tahun 1839 dan meninggal dunia di Istanbul tahun 1897. Pada usia 22 tahun, ia telah menjadi pembantu bagi Pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan.
Di tahun 1864 ia menjadi penasehat Sir Ali Khan. Beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh Muhammad A’zam Khan menjadi Perdana Menteri.
Pada saat ia menjadi perdana Menteri, penguasa Inggris telah mulai mencampuri soal politik dalam negeri Afghanistan.
Ketika pergolakan terjadi di Afganistan, maka Al-Afghani memilih untuk melawan golongan yang disokong oleh Inggris.
Dalam pergolakan itu, pihak Al-Afghani kalah, maka ia merasa lebih aman meninggalkan tanah tempat kelahirnya dan akhirnya menempuh perjalanan ke Mesir.
Beberapa pemikiran Jamaludin AlAfghani tentang pembaruan Islam adalah sebagai berikut:
- Kemunduran umat Islam tidak disebabkan karena Islamnya. Kemunduran itu disebabkan oleh berbagai faktor yang terdapat dalam diri umat Islam sendiri.
- Untuk mengembalikan kejayaan Islam di masa lalu dan sekaligus menghadapi dunia modern, maka umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang murni. Islam juga harus dipahami dengan akal serta kebebasan berpikir.
- Corak pemerintahan otokrasi dan absolut harus diganti dengan pemerintahan demokratis. Kepala negara harus bermusyawarah dengan pemuka masyarakat yang berpengalaman.
- Tidak ada pemisahan antara agama dan politik. Rasa solidaritas antarumat Islam (Pan Islamisme) harus dihidupkan kembali di dunia Islam.
4. Muhammad Abduh (1849-1905 M)
Muhammad Abduh dilahirkan di daerah Mesir hilir pada tahun 1849. dan wafat tanggal 11 Juli 1905.
Ketika kecil, Muhammad Abduh belajar di rumah. Ia melanjutkan belajar al-Qur’an hingga hafal dalam waktu dua tahun.
Ia kemudian meneruskan studinya ke Universitas AlAzhar.
Di lembaga inilah Abduh untuk pertama kalinya bertemu dengan Jamaludin Al-Afghani yang datang ke Mesir dalam perjalanannya ke Istanbul.
Dalam pertemuan itu, Jamaludin Al-Afghani mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai arti beberapa ayat al-Qur’an, kemudian Al-Afghani memberikan tafsirannya.
Perjumpaan itu menorehkan kesan yang baik dalam diri Muhammad Abduh. Ketika Jamaludin Al-Afghani datang ke Mesir lagi untuk menetap di tahun 1871, Muhammad Abduh menjadi muridnya yang setia. Ia mulai belajar filsafat di bawah pimpinan Jamaludin Al-Afghani.
Di masa ini ia telah mulai menulis karangan-karangan untuk harian Al-Ahram. Studi Abduh di Al-Azhar selesai pada tahun 1877 dengan mendapat gelar Alim.
Setelah itu, ia mulai mengajar, pertama di Al-Azhar, kemudian di Dar Al- Ulum dan di rumahnya sendiri.
Di antara sumber bahan ajarnya adalah buku akhlak karangan Ibn Miskawaih, Mukaddimah karya Ibn Khaldun dan Sejarah Kebudayaan ropa karangan Guizot. Ketiga buku terebut diterjemahkan Al-Tahtawi ke dalam bahasa Arab di tahun 1857.
Adapun ide-ide pembaruan Muhammad Abduh yang membawa dampak positif bagi pengembangan pemikiran Islam sebagai berikut.
- Pintu ijtihad masih terbuka lebar bagi umat Islam. Ijtihad merupakan dasar penting dalam menafsirkan kembali ajaran Islam.
- Islam adalah ajaran rasional yang sejalan dengan akal. Dengan akal, maka ilmu pengetahuan menjadi maju.
- Kekuasaan negara harus dibatasi oleh konstitusi yang dibuat oleh negara yang bersangkutan.
e. Muhammad Rasyid Rida (1865-1935)
Muhammad Rasyid Rida adalah murid Muhammad Abduh yang paling dekat. Ia lahir pada tahun 1865 di Al- Qalamun, suatu desa di Lebanon yang letaknya tidak jauh dari kota Tripoli (Syria).
Semasa kecil, ia dimasukkan ke madrasah tradisional di Al-Qalamun untuk belajar menulis, berhitung, dan membaca al-Qur’an.
Pada tahun 1882, ia meneruskan pelajaran di Madrasah Al-Wataniah Al-Islamiyah (Sekolah Nasional Islam) di Tripoli.
Di madrasah ini, selain diajarkan bahasa Arab, Turki dan Perancis, juga diajarkan pengetahuan-pengetahuan agama dan pengetahuan-pengetahuan modern Meskipun Muhammad Rasyid Rida sudah belajar kepada guru-guru sebelumnya.
Dalam perjalanan pemikirannya, ia banyak dipengaruhi juga oleh ide-ide Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh melalui majalah Al-rwah Al-u£qa.
Ia berniat untuk menggabungkan diri dengan Al-Afghani di Istanbul, tetapi niat itu tidak terwujud.
Sewaktu Muhammad Abduh berada dalam pembuangan di Beirut, Muhammad Rasyid Rida mendapat kesempatan untuk berjumpa dan berdialog dengan murid Al-Afghani ini.
Dialog-dialog ilmiah itu meninggalkan kesan yang baik dalam diri Muhammad Rasyid Rida. Muhammad Rasyid Rida mulai menjalankan ide-ide pembaruan ketika masih berada di Syria.
Usaha-usaha itu mendapat tantangan dari pihak Kerajaan Usmani. Ketika masih berada di Syria, ia merasa terikat dan tidak bebas.
Akhirnya, ia berketetapan hati untuk pindah ke Mesir agar dapat dekat dengan Muhammad Abduh. Muhammad Rasyid Rida tiba di Mesir pada bulan Januari 1898.
Beberapa bulan kemudian Muhammad Rasyid Rida mulai menerbitkan majalah yang termasyhur berjudul Al-Manar. Isi majalah ini banyak diilhami oleh pemikiran Muhammad Abduh.
Pada edisi nomor pertama dijelaskan bahwa tujuan Al-Manar sama dengan tujuan Al-rwah Alu£qa.
Tujuan tersebut antara lain mengadakan pembaruan dalam bidang agama, sosial, dan ekonomi.
Tujuan kedua majalah tersebut yaitu memurnikan tauhid umat Islam dari unsur-unsur ajaran yang bukan Islam, menghilangkan paham fatalisme yang bersarang di tengah kehidupan umat Islam, meningkatkan mutu pendidikan dan membela umat Islam dari permainan politik negara-negara Barat.
Beberapa pemikiran Rasyid Rida tentang pembaruan Islam adalah sebagai berikut:
1. Di tengah kehidupan umat Islam harus ditumbuhkan sikap aktif dan dinamis.
2. Umat Islam harus meninggalkan sikap dan pemikiran kaum fatalis, Jabariyah (yaitu kaum yang hanya pasrah pada keadaan).
3. Akal dapat dipergunakan untuk menafsirkan ayat dan hadis tanpa meninggalkan prinsip umumnya.
4. Umat Islam harus menguasai sains dan teknologi untuk mencapai kemajuan.
5. Kemunduran umat Islam disebabkan karena ada banyak unsur ajaran bukan Islam yang sudah masuk terlalu jauh ke dalam ajaran Islam, sehingga ajaran Islam di tengah kehidupan umat Islam tidak murni lagi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemurnian ajaran Islam di tengah kehidupan umat Islam
PEMBARU DARI TURKI
1. Sultan Mahmud II (1785-1839 M)
Pelopor pembaruan di Kerajaan Turki Utsmani abad ke - 19 sama dengan d i Mesir, yaitu Raja.
Pembaru Islam di Mesir dipelopori oleh Muhammad Ali Pasya, sedangkan pembaruan di Turki Usmani dipelopori oleh Sultan Mahmud II.
Sultan Mahmud II lahir pada tahun 1785 dan wafat tahun 1839.
Ia mempunyai latar belakang pendidikan tradisional dalam bidang pengetahuan agama, pengetahuan pemerintahan, sejarah dan sastra Arab, sastra Turki, dan sastra Persia.
Mahmud diangkat menjadi Sultan di tahun 1807 dalam usia kira-kira 22 tahun.
Pada masa kesultanannya yang pertama, ia disibukkan oleh peperangan dengan Rusia dan usaha menundukkan daerah-daerah yang mempunyai kekuasaan otonomi besar. Peperangan dengan Rusia berakhir pada tahun 1812.
Ia juga berhasil memperkecil otonomi daerah, kecuali kekuasaan Muhammad Ali Pasya di Mesir dan satu daerah otonomi lain di ropa.
Setelah Sultan Mahmud II berkuasa, maka pusat pemerintahan Kerajaan Turki Usmani bertambah kuat.
Ia akhirnya berpendapat bahwa tiba waktunya untuk memulai usaha-usaha pembaruan yang telah lama dicitacitakannya.
Di antara pemikiran-pemikiran pembaruan Sultan Mahmud II sebagai berikut.
- Menerapkan sistem demokrasi dalam pemerintahannya.
- Menghapus pengultusan sultan yang dianggap suci oleh rakyatnya.
- Memasukan bidang “keilmuan umum” ke dalam kurikulum lembaga- lembaga pendidikan madrasah.
- Mendirikan sekolah Maktebi Ma’arif untuk mempersiapkan tenaga- tenaga administrasi dan mendirikan Maktebi Ulum’i debiyet untuk mempersiapkan tenaga-tenaga ahli penerjemah.
- Mendirikan sekolah kedokteran, militer, dan teknik.
2. Nanik Kemal (1840-1888)
Namik Kemal dikenal sebagai pemikir terkemuka dari golongan intelegensia Kerajaan Turki Usmani yang banyak menentang ke kuasa an absolut sultan.
Golongan intelegensia ini disebut dalam sejarah dengan nama Utsmani Muda (Yeni Usmanlitar-Young Ottoman).
Utsmani Muda pada mulanya adalah perkumpulan rahasia yang didirikan pada tahun 1865. Perkumpulan ini bertujuan untuk mengubah pemerintahan absolut Kerajaan Usmani menjadi pemerintahan konstitusional.
Namik Kemal berasal dari keluarga yang berkecukupan, sehingga orang tuanya sanggup menyediakan pendidikan khusus baginya di rumah.
Selain mempelajari bahasa Arab dan Persia, ia juga menekuni bahasa Perancis.
Ketika berusia belasan tahun, ia diangkat menjadi pegawai di kantor penerjemahan, kemudian dipindah menjadi pegawai di istana sultan.
Pemikiran-pemikiran Namik Kemal banyak dipengaruhi oleh pemikiran seorang sastrawan kenamaan yang pernah belajar di Perancis, yaitu Ibrahim Sinasi (1826-1871).
Sastrawan ini banyak menggunakan istilah-istilah hak rakyat, kebebasan berpendapat, kesadaran nasional, pemerintahan konstitusional, dan istilah lain yang semakna.
Ibrahim Sinasi juga menerbitkan surat kabar bernama Ta s i r - f k a r yang banyak berpengaruh dalam kebangkitan intelektual di Kerajaan Utsmani abad ke-19.
Ketika Sinasi pergi ke Paris di tahun 1865, pimpinan Tasvir-fkar dipegang oleh Namik Kemal sendiri.
Namun, tulisan-tulisan Namik Kemal yang kental dengan ide-ide pembaruan membuatnya terpaksa pergi ke ropa pada tahun 1867.
Ia diperbolehkan kembali ke Istanbul pada tahun 1870, tetapi tiga tahun kemudian ditangkap dan dipenjarakan di Pulau Siprus.
Ia dibebaskan dan dapat kembali ke Istanbul setelah kekuasaan Sultan Abdul Aziz runtuh pada pada tahun 1876.
Namik Kemal dinilai memiliki jiwa Islam yang baik. Ia tidak menerima ide-ide yang datang dari Barat apa adanya, tetapi memodifikasi secara selektif sehingga sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.
Namik mengkritik ide-ide Barat yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat Timur Namik Kemal menyampaikan analisisnya tentang sebab kemunduran Kerajaan Utsmani dan alternatif solusinya, di antaranya adalah:
1. Kondisi ekonomi dan politik Kerajaan Turki Utsmani tidak beres. Solusi yang ditawarkan adalah perubahan sistem pemerintahan absolut menjadi pemerintahan konstitusional.
2. Rakyat sebagai warga negara memiliki hak-hak politik yang harus dihormati dan dilindungi negara.
3. Pemerintahan demokratis tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebab negara yang dibentuk dan dipimpin oleh empat khalifah sepeninggal Rasulullah saw. sebenarnya memiliki corak demokrasi. Sistem baiat yang yang terdapat dalam pemerintahan para khalifah pada hakikatnya merupakan kedaulatan rakyat.
4. Islam mengajarkan al-maslahat al-ammah. Ajaran ini sebenarnya adalah maslahat (kebaikan) umum. Khalifah tidak boleh bersikap dan bertindak yang bertentangan dengan al-maslahat al-ammah.
5. Kepala negara dalam mengurus negara tidak boleh melanggar syariat. Syariat merupakan “konstitusi” yang harus dipatuhi oleh kepala negara.
Gerakan pembaruan Islam yang muncul di Mesir, India, dan Turki pada abad modern, secara langsung atau tidak langsung, berpengaruh pada gerakan Islam di Asia Tenggara.
Para tokoh Islam di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menyerap secara selektif ide-ide pembaruan dari tokoh-tokoh Islam luar negeri yang telah disebutkan sebelumnya.
Pengaruh tersebut diakui oleh para tokoh Islam dan intelektual Islam di Indonesia berikutnya dalam bentuk tulisan-tulisan.
Misalnya, pada tahun 1961, Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), menulis buku berjudul engaruh Muhammad Abduh di Indonesia.
Pada tahun 1969, H.A. Mukti Ali, mantan Menteri Agama Repulik Indonesia menulis buku berjudul Alam ikiran Islam Modern di Indonesia.
Pada tahun 1973, tulisan Deliar Noer diterbitkan oleh Oxford University Press berjudul The Modernist Muslim Moement in Indonesia 19-1942.
Buku tersebut diterbitkan dalam versi bahasa Indonesia pada tahun 1980 berjudul erakan Modern Islam di Indonesia Tahun 19-1942.
Tulisan serupa masih banyak muncul di Indonesia di tahuntahun berikutnya.
Dari buku H.A. Mukti Ali dapat diketahui adanya lima faktor yang mendorong munculnya gerakan pembaruan Islam di Indonesia, yaitu:
- Adanya kenyataan ajaran Islam yang bercampur dengan kebiasaan yang bukan Islam.
- Adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam yang kurang efisien.
- Adanya kekuatan misi dari luar Islam yang mempengaruhi gerak dakwah Islam.
- Adanya gejala dari golongan intelegensia tertentu yang merendahkan Islam.
- 5. Adanya kondisi politik, ekonomi, dan sosial Indonesia yang buruk akibat penjajahan.
PENGARUH GERAKAN PEMBARU ISLAM
Melihat pada lima realitas tersebut, maka para ulama pembaru Islam melakukan lima gerakan besar pembaruan, yaitu:
1. Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam;
2. Mereformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern;
3. Mereformasi penafsiran-penafsiran terhadap ajaran dan kondisi pendidikan Islam;
4. Mempertahankan Islam dari desakan-desakan dan pengaruh kekuatan luar Islam;
5. Melepaskan Indonesia dari belenggu penjajahan. Lima gerakan pembaruan tersebut bukan peristiwa yang terjadi begitu saja. Akan tetapi secara langsung atau tidak langsung memiliki akar panjang sejarah dari tokoh pembaru Islam di Mesir, India, dan Turki. Pengaruh tersebut berlangsung melalui proses pendidikan dan bahan bacaan (surat kabar/majalah).
Pada akhir abad ke-19 ada banyak kaum muslim muda Indonesia yang belajar ke Mekkah dan Mesir. Di sana mereka bersentuhan dengan ide-ide pembaruan.
Mereka membaca majalah-majalah yang diterbitkan khusus untuk misi pembaruan Islam, seperti majalah Al-rwat Al-u£qa dan Al-Manar yang terbit di Mesir.
Misi pembaruan melalui media majalah kemudian ditiru oleh para ulama pembaru di beberapa tempat di Asia Tenggara.
Di Singapura, terbit sebuah majalah dengan nama Majalah Al-Imam (terbit pada tahun 1908).
Di Minangkabau dengan nama Majalah Al-Munir (terbit tahun 1911), dan di Yogyakarta dengan nama Suara Muhammadiyah.
Ada banyak tokoh Islam di Indonesia yang sepaham dengan misi pembaruan tersebut, tetapi dalam buku teks ini tidak disebut semuanya.
Di antara mereka adalah:
1. Syeikh Muhammad Tahir Jalaluddin asal Padang yang hijrah Ke Singapura. Tokoh ini memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap gerakan pembaruan di Asia Tenggara.
2. Haji Abdullah Ahmad dan Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA). Kedua tokoh ini dipandang penting sebab keduanya menjadi pelopor pembaruan Islam di Minangkabau.
3. K.H. Ahmad Dahlan, pendiri organisasi atau Persyarikatan Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta.
4. K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU) pada tanggal 31 Januari 1926. di Jombang Jawa Timur. K.H. Ahmad Dahlan adalah teman seperguruan dengan tokoh Islam pendiri Jam’iyyah Nahdhatul Ulama (NU), yaitu K.H. Hasyim Asy’ari. NU didirikan pada tanggal 31 Januari 1926. K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari berguru pada guru yang sama ketika belajar di Mekkah, yaitu Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dan Syeikh Nawawi Al-Bantani
ABSENSI
Komentar
Posting Komentar